NOMOR 31 TAHUN 1999
TENTANG
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa tindakan pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi;
c. bahwa Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan e perlu dibentuk Undang-undang yang baru tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA.
Selengkapnya tentang undang-undang korupsi : Undang-Undang Republik Indonesia
A. Jenis-Jenis Korupsi.
Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun secara ringkas tindakan- tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:a. Kerugian keuntungan Negara
b. Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
c. Penggelapan dalam jabatan
d. Pemerasan
e. Perbuatan curang
f. Benturan kepentingan dalam pengadaan
g. Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah)
B. Selanjutnya Alatas dkk (Kumorotomo, 1992 : 192-193),
mengemukakan ada tujuh jenis korupsi, yaitu :a. Korupsi transaktif (transactive corruption).
b. Korupsi yang memeras (extortive corruption).
c. Korupsi defensif (defensive corruption)
d. Korupsi investif (investive corruption).
e. Korupsi perkerabatan atau nepotisme (nepotistic corruption)
f. Korupsi otogenik (autogenic corruption)
g. Korupsi dukungan (supportive corruption)
Sebab-Akibat Korupsi Di lingkungan masyarakat Asia, selain mekarnya kegiatan pemerintah yang dikelola oleh birokrasi, terdapat pula ciri spesifik dalam birokrasi itu sendiri yang menjadi penyebab meluasnya korupsi.Kebanyakan model birokrasi yang terdapat di Negara-Negara Asia termasuk Indonesia adalah birokrasi patrimonial yaitu : Kata sifat dari konsep tersebut adalah patrimonial yang berarti sistem pewarisan menurut garis bapak. Menurut The Consolidated Webster Encyclopedia Dictionary dalam Moedjanto (1998:101) menuraikan bahwa dalam perkembangan lebih lanjut, konsep tersebut mengandung pengertian yakni sistem pewarisan nenek moyang yang mementingkan laki-laki atau perempuan dengan perbandingan yang dua lawan satu.
Adapun kelemahan yang melekat pada birokrasi seperti ini antara lain tidak mengenal perbedaan antara lingkup “pribadi” dan lingkup “resmi”. Hal ini menyebabkan timbulnya ketidakmampuan membedakan antara kewajiban perorangan dan kewajiban kemasyarakatan atau perbedaan antara sumber milik pribadi dan sumber milik pemerintah.
C. Dasar hukum pemberantasan tidak pidana korupsi:
1. UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2. UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
3. UU No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4. UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
5. Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
6. UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
7. UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
8. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
9. Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
10.Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK.
D. Sudut pandang hukum.
tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:a. Perbuatan melawan hokum
b. Penyalahgunaan kewenangan,kesempatan,atau sarana
c. Memperkaya diri sendiri,orang lain,atau korporasi
d. Merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara
Memberantas Korupsi Demi Pembangunan Ekonomi, Selain menghambat pertumbuhan ekonomi, korupsi juga menghambat pengembangan sistem pemerintahan demokratis. Korupsi memupuk tradisi perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau kelompok, yang mengesampingkan kepentingan publik. Dengan begitu korupsi menutup rapat-rapat kesempatan rakyat lemah untuk menikmati pembangunan ekonomi, dan kualitas hidup yang lebih baik. Pendekatan yang paling ampuh dalam melawan korupsi di Indonesia. Pertama, mulai dari meningkatkan standar tata pemerintahan – melalui konstruksi integritas nasional. Tata pemerintahan modern mengedepankan sistem tanggung gugat, dalam tatanan seperti ini harus muncul pers yang bebas dengan batas-batas undang-undang yang juga harus mendukung terciptanya tata pemerintah dan masyarakat yang bebas dari korupsi. Pengadilan yang merupakan bagian dari tata pemerintahan, yudikatif, tidak lagi menjadi hamba penguasa. Dengan demikian akan terbentuk lingkaran kebaikan yang memungkin seluruh pihak untuk sangat mudah dituliskan atau dikatakan daripada dilaksanakan. melakukan pengawasan, dan pihak lain diawasi.Konstruksi integritas nasional, ibarat Masjidil Aqsha yang suci yang ditopang oleh pilar-pilar peradilan, parlemen, kantor auditor-negara dan swasta, ombudsman, media yang bebas dan masyarakat sipil yang anti korupsi. Diatas bangunan nan suci itu ada pembangunan ekonomi demi mutu kehidupan yang lebih baik, tatanan hukum yang ideal, kesadaran publik dan nilai-nilai moral yang kokoh memayungi integritas nasional dari rongrongan korupsi yang menghambat pembangunan yang paripurna. Kedua, hal yang paling sulit dan fundamental dari semua perlawanan terhadap korupsi adalah bagaimana membangun kemauan politik (political will).
PENUTUP Kesimpulan: Uraian mengenai fenomena korupsi dan berbagai dampak yang ditimbulkannya telah menegaskan bahwa korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya. Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi.
DAFTAR PUSTAKA Bahan Bacaan Akhiar Salmi, Paper 2006, “Memahami UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, MPKP, FE,UI. Gramedia Hikmahanto Juwana, Paper 2006, “ Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesia”,MPKP, FE.UI. Harian Kompas, 13 juni 2006, http://www.file-edu.com/2011/04/makalah-korupsi-di.html Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahDaerah.
kitab undang-undang :
No comments:
Post a Comment